jump to navigation

Diabetes Melitus September 27, 2008

Posted by drmiharja in Kencing Manis.
Tags: , , , , , , , ,
trackback

PENDAHULUAN

Diabetes sudah dikenal sejak berabad-abad sebelum Masehi. Pada Papyrus Ebers di Mesir ± 1500 SM, digambarkan adanya penyakit dengan tanda-tanda banyak kencing.

Diabetes Melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif dengan sifat kronis yang jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun.

Klasifikasi atau jenis diabetes ada bermacam-macam, tetapi di Indonesia yang paling banyak ditemukan adalah DM tipe 2. Jenis diabetes yang lain adalah DM tipe 1, diabetes kehamilan/gestasional (DMG) dan diabetes tipe lain. Ada juga kelompok individu lain dengan toleransi glukosa abnormal tetapi kadar glukosanya belum memenuhi syarat untuk masuk ke dalam kelompok DM, disebut toleransi glukosa terganggu (TGT).

Sebenarnya penyakit diabetes tidaklah menakutkan bila diketahui lebih awal. Kesulitan diagnosis timbul karena kadang datangnya dengan tenang dan bila dibiarkan akan menghayutkan pasien dalam komplikasi fatal. Oleh karena itu mengenal tanda-tanda awal penyakit ini menjadi sangat penting.

Di Indonesia penyandang DM tipe 1 sangat jarang. Ini mungkin karena Indonesia terletak di khatulistiwa atau barang kali faktor genetiknya memang tidak menyokong, atau mungkin juga karena diagnosis DM tipe 1 yang terlambat sehingga pasien sudah meninggal akibat komplikasi sebelum didiagnosis.

DM tipe 2 meliputi lebih 90% dari semua populasi diabetes, dimana faktor lingkungan sangat berperan. Di beberapa negara yang mengalami perubahan gaya hidup yang sangat berbeda dengan cara hidup sebelumnya karena memang mereka lebih makmur, kekerapan diabetes bisa mencapai 35%. Hal ini dapat dilihat dari studi Wadena bahwa secara genetik mereka yang sama-sama kulit putih, prevalensi DM di Eropa lebih rendah. Di sini jelas karena orang-orang di Wadena lebih gemuk dan hidupnya lebih santai.

Menurut penelitian epidemiologi yang telah dilaksanakan di Indonesia,  berdasarkan pola pertambahan penduduk seperti saat ini, diperkirakan tahun 2020 nanti jumlah penduduk Indonesia yang berusia diatas 20 tahun sebesar 178 juta jiwa. Dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6% akan didapatkan 8,2 juta pasien diabetes.

Hal ini disebabkan oleh faktor :

1. Faktor demografi

  • Jumlah penduduk meningkat
  • Penduduk berumur > 40 tahun meningkat
  • Urbanisasi

2. Gaya hidup yang kebarat-baratan

  • Pendapatan perkapita tinggi
  • Restoran cepat saji
  • Hidup santai

3. Berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi

FAKTOR PENCETUS

Sudah lama diketahui bahwa diabetes merupakan penyakit keturunan, tetapi faktor keturunan saja tidak cukup. Masih mungkin bibit ini tidak menampakkan diri secara nyata sampai akhir hayatnya.

Beberapa faktor yang sering merupakan faktor pencetus diabetes melitus adalah:

· Kurang gerak/malas

· Makanan berlebihan

· Kehamilan

· Kekurangan produksi hormon insulin

· Penyakit hormon yang kerjanya berlawanan dengan insulin

· Adanya infeksi virus (pada DM tipe 1)

· Minum obat-obatan yang bisa menaikkan kadar glukosa darah

· Proses menua

GEJALA DAN TANDA-TANDA AWAL

Pada awal penyakit seringkali tidak dirasakan dan tidak disadari oleh penderita. Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian ialah :

1. Keluhan klasik :

a) Penurunan berat badan (BB) dan rasa lemah.

Penurunan BB yang berlangsung dalam waktu relatif singkat harus menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah yang hebat disebabkan glukosa dalam darah tidak masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.

b) Banyak kencing

Karena sifatnya kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak kencing.

c) Banyak minum

Rasa haus amat sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang keluar melalui kencing. Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita harus banyak minum.

d) Banyak makan

Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisasikan menjadi glukosa darah, tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, penderita selalu merasa lapar.

2. Keluhan lain :

a) Gangguan saraf lepi/kesemutan

b) Gangguan penglihatan

c) Gatal/bisul

d) Gangguan ereksi

e) Keputihan

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah dan tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Untuk diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler.

Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, tapi mempunyai resiko DM. Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu resiko DM sebagai berikut :

1. Usia > 45 tahun

2. Berat badan lebih : BBR > 110% BB idaman atau IMT > 23 kg/m2

3. Hipertensi ( >140/90 mmHg )

4. Riwayat DM dalam garis keturunan

5. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi > 4000 gram

6. Riwayat DM dalam kehamilan

7. Kolesterol HDL < 35 mg/dl dan trigliserid > 250 mg/dl

Catatan :

Untuk kelompok resiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif, pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun. Sedangkan bagi mereka yang berusia > 45 tahun tanpa faktor resiko pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar puasa darah puasa kemudian dapat diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar.

DIAGNOSIS

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, atau pruritus vulva pada pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM untuk kelompok tanpa keluhan khas DM. Hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari yang lain atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa pasca pembebanan ≥ 200 mg/dl.

PENATALAKSANAAN

Pengelolaan DM untuk jangka pendek tujuannya adalah menghilangkan keluhan/gejala DM dan mempertahankan rasa nyaman dan sehat. Untuk jangka panjang, tujuannya lebih jauh lagi, yaitu mencegah penyulit. Baik makroangiopati, mikroangiopati, maupun neuropati, dengan tujuan akhir menurunkan morbiditas dan mortalitas DM.

Dalam mengelola DM langkah pertama yang harus dilakukan adalah pengelolaan non farmakologis, berupa edukasi, perencanaan makan dan kegiatan jasmani. Bila sasaran pengendalian diabetes yang ditentukan belum tercapai dilanjutkan dengan penggunaan obat/pengelolaan farmakologis. Pada kegawatan tertentu (ketoasidosis, diabetes dengan infeksi, dan stress), pengelolaan farmakologis dapat langsung diberikan, umumnya berupa suntikan insulin.

Pilar utama pengelolaan DM

  1. Edukasi

Prinsip dasar :

Sampaikan informasi secara bertahap, mulai dari yang sederhana baru kemudian yang lebih kompleks.

Hindari informasi yang terlalu banyak dalam waktu singkat.

Sesuaikan materi edukasi dengan masalah pasien.

Libatkan keluarga / pendamping dalam proses edukasi.

Berilah nasihat yang membesarkan hati dan hindari kecemasan.

Usahakan adanya kompromi tanpa ada paksaan.

Diskusikan hasil laboratorium.

Berikan motivsi / penghargaan atas hasil yang dicapai.

Materi Edukasi :

Apa itu diabetes

Faktor pencetus

Gejala

1. keluhan klasik : berat badan turun, banyak kencing, banyak minum, banyak minum.

.2. keluhan lain : kesemutan, bisul / gatal, gangguan penglihatan, gangguan ereksi, keputihan.

Diagnosa

Pengobatan

Komplikasi dan pencegahan

B. Perencanaan makan

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam karbohidrat, protein, dan lemak. Sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut :

Karbohidrat 60-70%

Protein 10-15%

Lemak 20-25%

Jumlah kandungan kolesterol < 300 mg/hari. Diusahakan lemak dari sumber asam lemak tidak jenuh (misalnya nuts, alpukat, dan minyak zaitun) dan hindari asam lemak jenuh.

Jumlah kandungan serat ± 25 g/hari, diutamakan serat larut (gums, pectin). Konsumsi garam dibatasi (≥ 2400 mg/hari) bila terdapat hipertensi. Pemanis dapat digunakan secukupnya (tidak lebih dari 5% kebutuhan kalori total).

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan idaman. Untuk penentuan status gizi dipakai Body Mass Index = Indeks Massa Tubuh (IMT) :

BMI = IMT = BB (kg)

{tb (m)}2

Klasifikasi IMT :

Berat badan kurang < 18,5

Berat badan normal 18,5-22,9

Berat badan lebih > 23,0

· Dengan resiko 23,0-24,9

· Obes grade I 25,0-29,9

· Obes grade II > 30,0

Berat ideal : IMT ♀ = 18,5-22,9 kg/m

IMT ♂ = 20-24,9 kg/m2

Kebutuhan kalori sesuai untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Perhitungan berat badan ideal dengan rumus Brocca :

BB ideal = 90% x (TB dalam cm – 100) x 1 kg

Pada laki-laki yang tingginya < 160 cm atau perempuan yang tingginya < 150 cm berlaku rumus :

BB ideal = (TB dalam cm – 100) x 1 kg

C. Latihan jasmani

Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit yang sifatnya sesuai CRIPE.

1) Continious

Latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa berhenti, contoh : bila pilih jogging 30 menit, maka selama 30 menit pasien melakukan jogging tanpa istirahat.

2) Rythmical

Latihan olah raga harus dipilih yang berirama, yaitu otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara teratur, contoh : jalan kaki, jogging, berlari, berenang, bersepeda, mendayung, mendayung. Main golf, tennis, atau badminton tidak memenuhi syarat karena banyak berhenti.

3) Interval

Latihan dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat, contoh : jalan cepat diselingi jalan lambat, jogging diselingi jalan, dan sebagainya.

4) Progressive

Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringan sampai sedang hingga mencapai 30-60 menit.

5) Endurance

Untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jogging.

Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi, seperti jalan (jalan santai/cepat sesuai umur), jogging, berenang dan bersepeda. Hal yang perlu diperhatikan dalam latihan jasmani adalah jangan memulai olah raga sebelum makan. Memakai sepatu yang pas, harus didampingi orang yang tahu mengatasi serangan hipoglikemia, harus selalu membawa permen, membawa tanda pengenal sebagai pasien DM dalam pengobatan dan memeriksa kaki secara cermat setelah olah raga.

Perhatikan : Jika gula darah sebelum olah raga < 100 mg/dl, harus terlebih dahulu makan karbohidrat ± 25-50 g. Jika kadar gula darah > 250 mg/dl, jangan melakukan latihan jasmani berat ( misalnya bulu tangkus, sepakbola,dan lainnya).

D. Obat diabetic

Ada 2 jenis obat diabetik :

1. Suntikan Insulin

2. Obat Hipoglikemik Oral

1. Insulin

Prinsip pemberian insulin :

1. Pada keadaan emergency berikan regular insulin.

2. Pada permulaan pemberian insulin, coba injeksi tunggal dengan intermediate acting insulin.

3. Mulai dengan dosis kecil, dinaikkan secara perlahan-lahan.

4. Untuk merubah dosis, tunggu beberapa hari sampai 1 minggu.

5. Jika kontrol sukar, berikan intermediate acting insulin 2 kali sehari.

6. Harus dihindarkan terjadinya hipoglikemia.

Indikasi pemakaian insulin :

1. DM tipe 1

2. DM tipe 2 yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemi oral dosis maksimal.

3. DM gestasional, bila diet saja tidak dapat mengendalikan kadar gula darah.

4. Keadaan stress berat seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark miokard akut atau stoke.

5. Ketoasidosis diabetic dan koma hiperosmolar.

6. Gangguan fungsi hati dan ginjal berat.

7. DM dengan infeksi akut (selulitis atau ganggren).

Ada 3 tempat suntikan yang sering digunakan, yaitu dinding perut, lengan dan paha, dimana absorpsi paling cepat adalah dinding perut à lengan à paha. Karena itu apabila memindahkan lokasi suntikan dari satu tempat ke tempat lain, jangan dilakukan tiap hari tapi lakukan rotasi tempat suntikan (rotasi huruf O) setiap 14 hari, supaya tidak memberikan perubahan kecepatan absorpsi setiap hari. Jarak antara suntikan pertama dengan berikutnya harus lebih dari 2 cm.

Efek samping pemakaian insulin :

1. Hipoglikemia

à suntikan insulin dosis biasa, makan kurang.

à kerja fisik berlebihan, makan tidak ditambah

gejala : – gangguan otak (lesu, lemah, sulit bicara, kejang-coma)

– gangguan parasimpatik (lapar, mual, tensi turun)

gangguan simpatis (keringat dingin, bibir-tangan gemetar)

2. Insulin Lipodistrofi

Timbulnya hipertrofi atau hipotrofi jaringan lemak di tempat suntikan, karena menyuntik di tempat sama.

3. Reaksi alergi local pada tempat suntikan

4. Insulin Resisten

Apabila untuk mencegah hiperglikemia dan ketosis diperlukan insulin > 200 U/hari. Hal ini disebabkan timbulnya antibody terhadap insulin. Terapi : Prednison 80-100 mg/hari.\

2. Obat Hipoglikemik Oral

Prinsip dalam memilih obat hipoglikemik oral :

1. Mulai dari dosis kecil, dinaikkan secara bertahap.

2. Harus tahu cara kerja, lama kerja, dan efek samping.

3. Jika diberikan bersama obat lain, pikirkan interaksi obat.

4. Jika gagal, pikirkan kombinasi dengan obat lain.

5. Usahakan agar harga obat terjangkau oleh pasien

Jenis obat hipoglikemik oral :

1. Pemicu sekresi insulin

Sulfonilurea

Golongan obat ini bekerja dengan menstimulasi sel beta pankreas untuk melepaskan insulin yang tersimpan. Golongan obat ini tidak dapat dipakai pada DM tipe 1. Efek ekstra pancreas yaitu memperbaiki sensitivitas insulin ada, tetapi tidak penting karena obat ini tidak bermanfaat pada pasien yang insulinopenik.

Dosis maksimal obat golongan sulfonilurea tidak sama di berbagai dunia. Untuk glipizid ada yang memakai dosis maksimal 40 mg, kelompok lain 10 mg. Penelitian lain dengan gliburid (glibenklamid) dengan dosis yang dinaikkan bertahap dari 2,5-20 mg sehari. Karena itu dianjurkan untuk menaikkan dosis glibenklamid sampai 20 mg, sebelum menambah nielfonnin atau kombinasi dengan insulin.

Pada pemakaian sulfonilurea umumnya selalu dimulai dengan dosis rendah untuk menghindari kemugkinan hipoglikemia.

Glinid

Glinid merupakan obat generasi baru yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu : Repaglinid (derivate asam benzoate) dan Nateglinid (derivate fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian oral dan dieksresi secara cepat melalui hati.

2. Penambah sensitivitas terhadap insulin Biguanid

Saat ini dari golongan yang masih dipakai adalah morfin, fenformin, dan burdormin tidak dipakai lagi karena efek samping asidosis laklat.

Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal dari reseptor insulin serta pada efeknya menurunkan produksi glukosa hati. Metformin meningkatkan pemakaian glukosa darah dan diperkirakan menghambat absorpsi glukosa dari usus pada keadaan sesudah makan.

Metformin menurunkan kadar glukosa darah tetapi tidak menyebabkan penurunan sampai di bawah normal, karena itu tidak disebut sebagai obat hipoglokemik, tetapi obat antihiperglikemik. Pada pemakaian tunggal, metformin dapat menurunkan kadar glukosa darah sampai 20%. Metformin tidak menyebabkan kenaikkan berat badan seperti pada pemakai sulfonilurea.

Kombinasi sulfonilurea dengan metformin tampak merupakan kombinasi yang rasional karena cara kerja yang berbeda yang saling aditif. Kombinasi sulfonylurea dengan metformin dapat menurunkan kadar glukosa darah lebih banyak daripada pengobalan tunggal masing-masing. Baik pada dosis maksimal keduanya maupun pada kombinasi dosis rendah.

Tlazolidindion

Tlazolidindion adalah golongan obat baru yang mempunyai efek farmakologis meningkatkan sensitivitas insulin, dapat diberikan secara oral. Golongan ini bekerja meningkatkan glukosa disposal pada sel dan mengurangi produksi glukosa di hati.

Golongan obat baru ini diharapkan dapat lebih tepat bekerja pada sasaran kelainan yaitu resistensi insulin dan dapat pula digunakan untuk mengatasi berbagai manifestasi resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak menyebabkan kelelahan sel beta pankreas.

3. Penghambat glukosidase alfa

Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase alfa di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan hiperglikemia postprandial.

Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin.

Efek samping akibat maldigesti karbohidrat berupa gejala gastrointestinal seperti meteorismus, flatulen dan diare. Penghambat glukosidase alfa dapat menghambat bioavailabilitas metformin jika diberikan bersamaan pada orang normal.

Cara pemberian obat hipoglikemia oral :

§ Sulfolniurea generasi I & II : 15 – 30 menit sebelum makan

§ Glimepiride : sebelum / sesaat sebelum makan

§ Repaglinid, Nateglinid : sesaat sebelum makan

§ Metformin : sebelum/sesudah makan karbohidrat (sesuai toleransi)

§ Penghambat glukosidase a (Acarbose) : bersama suapan pertama

§ Glitazone : tidak bergantung pada jadual makan

§ OHO dimulai dengan dosis kedil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, bisa sampai dosis mendekati maksimal atau maksimal.

§ Hindari penggunaan OHO kerja panjang pada usia lanjut dengan DM

KOMPLIKASI

dibagi atas 2 :

I. Komplikasi Akut

Ø koma diabetika ketoasidisis

Ø koma hiperosmolar nonketotik

Ø hipoglikemik

II. Komplikasi Kronik

Ø Makrovaskuler : penyakit jantung koroner

penyakit cerebrovaskuler

penyakit pembuluh darah perifer (gangrene) Komplikasi ini paling sering ditemukan pada penderita di Indonesia dan sering sekali tidak sadari, padahal komplikasi ini mudah sekali dicegah.

Gejala yang muncul adalah adanya luka yang tidak sembuh sembuh, biasanya dikaki atau jari2 kaki. jarang sekali berasa perih ato nyeri. hal ini yang membuat pasien tidak pernah mengeluh dan memperhatikan luka kakinya. berakibat luka menjadi makin besar dan merusak jaringan sekitarnya.

Ø Mikrovaskuler : diabetik retinopati

diabetik neuropati

diabetik nefropati

rentan terhadap infeksi

Tinggalkan komentar